Pakar hukum tata negara, Mahfud MD, berharap presiden terpilih Prabowo Subianto dapat kembali memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat memulai masa jabatannya. Menurut Mahfud, KPK yang kuat akan sangat membantu Prabowo dalam menjalankan pemerintahan selama lima tahun mendatang.
“Langkah pertama dan penting yang harus dilakukan Pak Prabowo, jika serius memberantas korupsi, adalah memperkuat kembali KPK,” kata Mahfud pada Rabu (16/10/2024).
Ia menambahkan, jika Prabowo berkomitmen dengan niat yang baik, memperkuat KPK akan memudahkan jalannya dalam mengelola pemerintahan. “Kalau niatnya bagus, KPK yang kuat pasti membantu, kecuali kalau niatnya tidak baik, KPK bisa jadi alat yang disetir sendiri,” ujarnya.
Mahfud juga menyatakan keyakinannya bahwa Prabowo telah mengetahui pandangan publik terkait beberapa nama calon pimpinan KPK yang dinilai merupakan pilihan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mengingat masa jabatan Jokowi segera berakhir, Mahfud menekankan bahwa pimpinan KPK yang akan terpilih nanti akan bekerja di bawah pemerintahan Prabowo.
Mahfud mengkritik proses seleksi yang dianggap menyingkirkan beberapa calon dengan rekam jejak baik, sementara 10 nama yang dipilih DPR justru mendapatkan sorotan dari publik. Oleh sebab itu, menurut Mahfud, Prabowo masih memiliki kesempatan untuk mengambil alih proses seleksi calon pimpinan KPK.
“Pak Prabowo sudah dihadapkan pada pilihan yang tidak bagus. Seolah-olah dipaksa menggunakan ‘barang’ yang kualitasnya kurang baik,” kata Mahfud.
Ia menyarankan, meskipun pelantikan pimpinan KPK dijadwalkan pada 19 Desember 2024, Prabowo masih bisa mengambil alih seleksi tanpa melanggar prosedur yang ada. “Pak Prabowo masih punya waktu untuk meninjau kembali nama-nama calon yang diajukan, lalu melakukan seleksi ulang jika diperlukan.”
Mahfud menjelaskan bahwa secara prosedural, pemerintah memang diwajibkan membentuk panitia seleksi pimpinan KPK serta anggota Dewan Pengawas KPK paling lambat enam bulan sebelum masa jabatan berakhir. Namun, ia menegaskan, Prabowo masih bisa mengintervensi dengan menarik nama-nama yang telah diajukan DPR untuk menyeleksi ulang calon-calon yang dianggap lebih tepat.
“Pak Prabowo bisa mengambil langkah seperti yang dilakukan SBY pada tahun 2004 saat membatalkan pergantian panglima TNI yang diusulkan Megawati,” kata Mahfud.
Saat itu, kurang dari satu pekan sebelum Susilo Bambang Yudhoyono dilantik sebagai presiden, Megawati mengajukan nama Ryamizard Ryacudu sebagai calon panglima TNI. Namun, setelah dilantik, SBY memutuskan untuk tidak meneruskan usulan tersebut dan menarik kembali nama yang diajukan Megawati.
“Terlepas dari dinamika politik saat itu, Pak SBY menggunakan wewenangnya sebagai presiden untuk menentukan pilihan, dan hal serupa bisa dilakukan oleh Pak Prabowo jika dia ingin memperkuat lembaga seperti KPK di masa pemerintahannya,” pungkas Mahfud.